Take a photo of a barcode or cover
satriafii's Reviews (251)
Entah dari mana aku dengar/lihat bahwa buku ini menjadi bacaan wajib bagi murid-murid di negeri seberang. Lalu, aku putuskan membaca buku ini saat iseng berkelana di gramedia digital dan bertemu dengannya. Aku pembaca yang lambat, tapi karena itu justru rasanya menyenangkan membaca surat-surat beliau. Rasanya seperti melihat orang-orang berbincang dengan sahabat-sahabatnya. Semangat, kegelisahan, kekecewaan, kegembiraan, dan bahkan rasa cemas bisa dirasakan melalui surat beliau. Beliau mengakui bahwa beliau sangat beruntung memiliki pengetahuan yang cukup untuk berjuang. Sehingga sampai akhir, beliau benar-benar berjuang mewujudkan mimpinya.
Jika dilihat dari kacamata seorang perempuan Jawa yang 'bebas' hari ini, kumpulan surat beliau ini menggambarkan betapa beratnya perjuangan perempuan dahulu untuk sekadar menimba ilmu.
Pemikiran setelah baca keseluruhan buku ini:
Aku jadi pengen tahu, dari mana asalnya budaya merayakan Hari Kartini dengan beriang-riang meninggalkan pelajaran? Semangat yang aku baca dari buku ini sangat berbeda dengan semangat yang dibawa setiap tanggal 21 April.
Mungkinkah karena Ibu Kartini adalah wanita Jawa yang terpesona akan kebaikan budaya Belanda namun tetap njawani? Atau hanya karena budaya turun temurun?
Bayanganku, dengan membaca buku ini, 21 April akan menjadi hari mengejar cita-cita: belajar atau berjuang.
Jika dilihat dari kacamata seorang perempuan Jawa yang 'bebas' hari ini, kumpulan surat beliau ini menggambarkan betapa beratnya perjuangan perempuan dahulu untuk sekadar menimba ilmu.
Pemikiran setelah baca keseluruhan buku ini:
Aku jadi pengen tahu, dari mana asalnya budaya merayakan Hari Kartini dengan beriang-riang meninggalkan pelajaran? Semangat yang aku baca dari buku ini sangat berbeda dengan semangat yang dibawa setiap tanggal 21 April.
Mungkinkah karena Ibu Kartini adalah wanita Jawa yang terpesona akan kebaikan budaya Belanda namun tetap njawani? Atau hanya karena budaya turun temurun?
Bayanganku, dengan membaca buku ini, 21 April akan menjadi hari mengejar cita-cita: belajar atau berjuang.
Kalimat di bagian akhir yang sedikit mengganggu.
"...aku suka kamu. Semoga kamu enggak pernah berubah."
No, tolonglah. Berubahlah, menjadi dirimu yang lebih baik. Jangan pernah menjadi sama. Berubahlah, berkembanglah, bertumbuhlah. Jangan pernah ada di tempat yang sama. Kamu, selalu bisa menjadi lebih baik. Kamu, selalu bisa berpindah. Kamu, selalu berubah.
Buku ini mungkin bukan terlalu jodohku, tapi masih bisa kunikmati. Beberapa bagian aku suka, beberapa bagian lain aku kurang suka. Kalau diibaratkan manusia, buku ini cuma enak diajak ngobrol waktu kelas mau mulai aja, kalau udah kelar, saya malas ngobrol dengan dia karena interpretasi terhadap materi dosen agak berbeda jalur. Gitu.
"...aku suka kamu. Semoga kamu enggak pernah berubah."
No, tolonglah. Berubahlah, menjadi dirimu yang lebih baik. Jangan pernah menjadi sama. Berubahlah, berkembanglah, bertumbuhlah. Jangan pernah ada di tempat yang sama. Kamu, selalu bisa menjadi lebih baik. Kamu, selalu bisa berpindah. Kamu, selalu berubah.
Buku ini mungkin bukan terlalu jodohku, tapi masih bisa kunikmati. Beberapa bagian aku suka, beberapa bagian lain aku kurang suka. Kalau diibaratkan manusia, buku ini cuma enak diajak ngobrol waktu kelas mau mulai aja, kalau udah kelar, saya malas ngobrol dengan dia karena interpretasi terhadap materi dosen agak berbeda jalur. Gitu.
Selesai membaca kumpulan cerpen ini, rasanya ringan. Sebelumnya, aku membaca "Rahasia Selma" dan "Sengkarut" yang keduanya membuatku merinding dan kosong di saat yang bersamaan. Mungkin, aku akan baca kumpulan cerpen Ahmad Tohari yang lain juga sebelum ke novel-novelnya.
Kumpulan cerpen di buku ini punya sifat yang sama: sederhana, membumi, dan menggambarkan orang kecil. Aku baru sadar akan betapa "orang kecil" yang dahulu tidak jauh beda dengan "orang kecil" sekarang. Terminal dan pasar masih menjadi sarang kriminal dan cerita-cerita lucu, petani masih menjadi kalangan bawah, desa masih menjadi sebuah tempat dan keluarga, serta "orang besar" masih sulit dijangkau. Aku jadi penasaran bagaimana pandangan "orang besar" bila membaca cerita-cerita ini.
Kumpulan cerpen di buku ini punya sifat yang sama: sederhana, membumi, dan menggambarkan orang kecil. Aku baru sadar akan betapa "orang kecil" yang dahulu tidak jauh beda dengan "orang kecil" sekarang. Terminal dan pasar masih menjadi sarang kriminal dan cerita-cerita lucu, petani masih menjadi kalangan bawah, desa masih menjadi sebuah tempat dan keluarga, serta "orang besar" masih sulit dijangkau. Aku jadi penasaran bagaimana pandangan "orang besar" bila membaca cerita-cerita ini.
Horor sih. Akuu belum pernah baca buku Mas Adi lainnya sebelum buku ini, tapi aku udah "ngincer" tulisan beliau dan tahu kalau mostly beliau nulis poem/poetry yang romantis gitu (untuk fiksinya). Baca buku ini rasanya masuk ke gerbang megah sekaligus horor. Tapi, perjalanan memang akan berlanjut. Next, mau baca buku beliau yang lain.
Sempat punya bayangan kalau penulis juga melakukan hal yang sama seperti buku-surat di dunia nyata untuk menulis buku ini. Mungkin saja, kan?
Jujur, waktu "penyelesaian masalah", aku lupa kalau aku sedang baca buku berjudul Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken. Jadi, waktu ada yang tanya, "Apakah buku itu ada?" Aku juga ikut tanya, "Eh iya, ada enggak ya? Kalau ada pasti seru deh." Padahal buku ini yang lagi aku baca
Jujur, waktu "penyelesaian masalah", aku lupa kalau aku sedang baca buku berjudul Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken. Jadi, waktu ada yang tanya, "Apakah buku itu ada?" Aku juga ikut tanya, "Eh iya, ada enggak ya? Kalau ada pasti seru deh." Padahal buku ini yang lagi aku baca
Berangkat dari film yang selalu menjadi kesukaanku, novel ini rasanya jauh lebih brutal dari yang aku bayangkan. Bagian akhirnya, terutama. Aku banyak melewatkan pemaparan adegan bunuh-membunuh di buku ini (yang mana ada sekitar 10-15% menghiasi buku ini).
Aku kira, akan banyak hal yang dibahas tentang Tuhan saat perjalanan Pi di laut. Ternyata tidak sebanyak perjuangan hidup Pi disana. Sedikit mengecewakan, tapi tidak lantas membuat sepenuhnya kecewa. Logis saja, mana sempat memikirkan Tuhan dan keyakinan saat sedang berjuang secara fisik mempertahankan hidupnya.
Ada banyak hal yang memantik pemikiran lebih lanjut dalam buku ini. Betapa Piscine adalah seorang anak laki-laki cerdas nan religius dapat bertahan hidup di laut lepas sendirian bersama makhluk paling buas di hutan. Sekarang, kalimat itu terlihat tidak begitu nyambung. Kemampuan Piscine berpikir dan merasakan Tuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan keberhasilannya bertahan hidup ratusan hari di laut. Sampai akhir, kesimpulanku akan buku ini bukanlah tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi hubungan romantis antara manusia dengan mamalia lainnya.
Aku kira, akan banyak hal yang dibahas tentang Tuhan saat perjalanan Pi di laut. Ternyata tidak sebanyak perjuangan hidup Pi disana. Sedikit mengecewakan, tapi tidak lantas membuat sepenuhnya kecewa. Logis saja, mana sempat memikirkan Tuhan dan keyakinan saat sedang berjuang secara fisik mempertahankan hidupnya.
Ada banyak hal yang memantik pemikiran lebih lanjut dalam buku ini. Betapa Piscine adalah seorang anak laki-laki cerdas nan religius dapat bertahan hidup di laut lepas sendirian bersama makhluk paling buas di hutan. Sekarang, kalimat itu terlihat tidak begitu nyambung. Kemampuan Piscine berpikir dan merasakan Tuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan keberhasilannya bertahan hidup ratusan hari di laut. Sampai akhir, kesimpulanku akan buku ini bukanlah tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi hubungan romantis antara manusia dengan mamalia lainnya.
Sepertinya ini buku pertama yang sampai aku beri waktu luang untuk menyelesaikan.
Buatku, hal yang paling menarik dari buku ini adalah keterkaitan antar tokoh. Di kepalaku sampai ada jaringan tokoh-tokoh yang ada disini. Mungkin, ini kesenangan baruku:mengaitkan semua orang. Hehehe
Keseluruhan buku ini menarik, tapi yang paling aku tunggu adalah surat-suranya. Mungkin karena aku juga suka menulis surat kepada orang asing dan menyukai sensasi menunggu surat balasan, kesan yang aku dapat dari surat-surat kiriman "klien" jadi lebih dalam. Bahkan beberapa surat aku coba selesaikan masalahnya versiku dulu baru lanjut baca balasannya.
Buatku, hal yang paling menarik dari buku ini adalah keterkaitan antar tokoh. Di kepalaku sampai ada jaringan tokoh-tokoh yang ada disini. Mungkin, ini kesenangan baruku:mengaitkan semua orang. Hehehe
Keseluruhan buku ini menarik, tapi yang paling aku tunggu adalah surat-suranya. Mungkin karena aku juga suka menulis surat kepada orang asing dan menyukai sensasi menunggu surat balasan, kesan yang aku dapat dari surat-surat kiriman "klien" jadi lebih dalam. Bahkan beberapa surat aku coba selesaikan masalahnya versiku dulu baru lanjut baca balasannya.
Rasanya, kurang tepat aku memilih buku ini sebagai jalan masuk belajar tentang pengelolaan uang. Aku, manusia kurang pedulian dengan uang ini, kurang setuju dan kurang memahami banyak aspek yang dibahas dalam buku ini.
Salah satunya adalah konsep "boros".
Hidup boros yang dibahas disini adalah: makan di restoran seminggu sekali, membeli baju setiap ada baju cantik, nonton setiap konser yang ada, liburan ke tempat-tempat estetique yang sedang ramai, dan sejenisnya.
Buatku, hidup boros adalah membeli sesuatu yang tidak pernah aku butuhkan. Itu sudah sangat boros.
Berkaca dari pembahasan buku ini, mungkin aku sudah menerapkan konsep kakeibo. Tapi aku sama sekali belum puas dengan penjelasannya.
Jujur saja, di akhir-akhir buku ini aku hanya baca kalimat pertama dari setiap paragraf dan aku masih bisa memahami isi satu bab. Itupun masih terasa bertele-tele.
Satu bintang untuk bonus budget plan nya.
Akhir kata, rasanya memang kurang tepat aku memilih buku ini. Mungkin buku ini akan cocok jadi panduan orang yang punya hidup "boros" dan ingin berhemat untuk bisa punya banyak uang saat sudah tua nanti.
Salah satunya adalah konsep "boros".
Hidup boros yang dibahas disini adalah: makan di restoran seminggu sekali, membeli baju setiap ada baju cantik, nonton setiap konser yang ada, liburan ke tempat-tempat estetique yang sedang ramai, dan sejenisnya.
Buatku, hidup boros adalah membeli sesuatu yang tidak pernah aku butuhkan. Itu sudah sangat boros.
Berkaca dari pembahasan buku ini, mungkin aku sudah menerapkan konsep kakeibo. Tapi aku sama sekali belum puas dengan penjelasannya.
Jujur saja, di akhir-akhir buku ini aku hanya baca kalimat pertama dari setiap paragraf dan aku masih bisa memahami isi satu bab. Itupun masih terasa bertele-tele.
Satu bintang untuk bonus budget plan nya.
Akhir kata, rasanya memang kurang tepat aku memilih buku ini. Mungkin buku ini akan cocok jadi panduan orang yang punya hidup "boros" dan ingin berhemat untuk bisa punya banyak uang saat sudah tua nanti.